• Jumat, 22 September 2023

Soal Kasus Korupsi di Basarnas, Organisasi Masyarakat Sipil Ramai-ramai bela KPK, Simak Seruan Mereka

- Senin, 31 Juli 2023 | 10:00 WIB
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Indomostviral.com - KPK memiliki wewenang untuk memeriksa kasus korupsi di Basarnas, bahkan jika melibatkan dua prajurit aktif TNI.

Hal itu adalah bunyi seruan bersama Beberapa organisasi masyarakat sipil dan lembaga bantuan hukum di Indonesia, dikutip Senin (31/7).

Organisasi-organisasi tersebut adalah Amnesty International Indonesia, YLBHI, KontraS, Lingkar Madani, Centra Initiative, ICW, PBHI, Setara Institute, ELSAM, Forum De Facto, KPI, HRWG, dan Imparsial.

Seruan tersebut terkait dengan OTT yang dilakukan lembaga antirasuah terhadap tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa pada Basarnas 2021-2023 pada Selasa (25/7) lalu.

Namun belakangan, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, kemudian meminta maaf ke TNI dan menyebut tim penyelidik KPK khilaf dalam OTT tersebut.

Kepala Basarnas RI Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto selaku Koorsmin Kabasarnas, berstatus TNI aktif masuk dalam OTT yang dilakukan KPK

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menjelaskan ada tiga asas hukum yang menjamin kewenangan KPK dalam kasus ini.

Pertama, hukum yang lebih tinggi mengesampingkan hukum yang lebih rendah.

Kedua, hukum yang baru mengesampingkan hukum yang lama. Ketiga, hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang lebih umum.

Usman Hamid menegaskan bahwa UUD 1945 sebagai konstitusi negara berlaku untuk semua warga negara, termasuk prajurit TNI, dan tidak ada yang kebal hukum.

Dia menyoroti bahwa undang-undang peradilan militer dan undang-undang TNI seharusnya mengikuti aturan hukum yang lebih baru jika ada konflik dengan undang-undang yang lebih lama.

Usman menyatakan bahwa kasus korupsi termasuk dalam kategori tindak pidana khusus, bukan tindak pidana umum, sehingga perdebatan mengenai peradilan militer atau peradilan umum tidak relevan.

Dalam kasus di Basarnas, tidak ada keputusan dari menteri pertahanan atau menteri hukum dan HAM yang menentukan perkara tersebut diperiksa oleh peradilan militer.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP mengatur tentang peradilan koneksitas, tetapi hal ini berlaku hanya jika warga sipil bersama-sama anggota TNI melakukan tindak pidana umum, bukan tindak pidana khusus seperti korupsi.

Halaman:

Editor: Tika Puspitasari

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Terpopuler

X